Daftar isi [Tampil]

Pada siang hari yang sesak penuh teori, saya mengistirahatkan diri di sebuah musala kampus. Menghirup sejenak udara kebebasan. Selesai menunaikan kewajiban, saya membuka kotak nasi yang dibawa dari kosan. Mengunyah nasi menjadi menu wajib bagi orang Indonesia seperti saya ini. Belum makan nasi, maka belum bisa dikatakan sudah makan, walaupun satu mangkuk bakso habis dilahap.
Seperti sebuah ritual, setelah salat kemudian makan. Selanjutnya, saya kembali ke kelas.
Kau tau sobat, rasanya kuliah di siang hari? Perut telah terisi, mata mulai mengantuk. Alangkah sedapnya melipat tangan, menempelkan dagu kemudian tertidur. Sayang, saya tidak bisa melakukan itu.
Seorang sahabat kala itu membelalakkan mata saya, sapaan akrabnya Tri.
“Kiaaa. Payo kito nulis, bikin komunitas syair syair...” Tri mengajak saya untuk menulis dalam sebuah komunitas syair.
Komunitas itu kemudian kami namai dengan Syair Muslimah.
Kemudian, kami bersama-sama merumuskan proyek kebermanfaatan.
Setiap harinya, kami menyebar pamflet yang berisi syair. Dari grup ke grup, pesan tersebut disiarkan. Serta, dari status ke status media sosial dipublikasikan.
Kami membuat jadwal, dimana perhari akan diisi oleh satu orang yang membuat syair di pamflet.
Namun, satu ketakutan yang pernah terlintas di pikiran saya terjadi yakni kejenuhan. Perlahan semangat itu memudar seiring waktu. Ruang grup maya, kemudian sepi. Walau pena tak bertemu kanvas lagi, saya berharap api semangat untuk menebar kebermanfaatan tidak pudar di diri kami bersembilan.
Mungkin, bingkai personal saya yang hobi menulis, sudah melekat di mata para sahabat di sekeliling saya. Perlahan saya dikenal dengan sosok yang pandai dalam menulis serta aktif berorganisasi.
Pada malam yang mungkin ada sedikit bintang, sebuah pesan masuk.
“Reskiii, Ada yang baru nih?”
“Apo May?”
“Jadi, ada proyek bikin majalah. Mau ikut gak? Selama liburan ini..” Ajak Maya, sahabat menulis saya.
Saya tau niat baik seperti ini tak mungkin saya tolak. Kemudian, bergabunglah saya bersama tim yang hebat tersebut. Dari rapat ke rapat, kami membentuk SOP layaknya sebuah perusahaan penerbitan.
Siang hari dengan diskusi yang cukup alot, kami membentuk struktur tim yang hebat itu. Saya sendiri ditempatkan sebagai tim publikasi yang mengelola website dan instagram bersama Maya.
Seperti sebuah ritual, setelah salat kemudian makan. Selanjutnya, saya kembali ke kelas.
Kau tau sobat, rasanya kuliah di siang hari? Perut telah terisi, mata mulai mengantuk. Alangkah sedapnya melipat tangan, menempelkan dagu kemudian tertidur. Sayang, saya tidak bisa melakukan itu.
Seorang sahabat kala itu membelalakkan mata saya, sapaan akrabnya Tri.
“Kiaaa. Payo kito nulis, bikin komunitas syair syair...” Tri mengajak saya untuk menulis dalam sebuah komunitas syair.
Komunitas itu kemudian kami namai dengan Syair Muslimah.
Syair Muslimah
Wanita-wanita tangguh di dalamnya, tentu sudah tidak asing lagi bagi saya. Ada sembilan orang rintisan darah keturunan Siti Hawa di dalamnya (Bukan wali songo ehehe). Mereka adalah teman-teman satu jurusan dan satu angkatan dengan saya.Kemudian, kami bersama-sama merumuskan proyek kebermanfaatan.
Setiap harinya, kami menyebar pamflet yang berisi syair. Dari grup ke grup, pesan tersebut disiarkan. Serta, dari status ke status media sosial dipublikasikan.
Kami membuat jadwal, dimana perhari akan diisi oleh satu orang yang membuat syair di pamflet.
Namun, satu ketakutan yang pernah terlintas di pikiran saya terjadi yakni kejenuhan. Perlahan semangat itu memudar seiring waktu. Ruang grup maya, kemudian sepi. Walau pena tak bertemu kanvas lagi, saya berharap api semangat untuk menebar kebermanfaatan tidak pudar di diri kami bersembilan.
Baceday Media
Kita pasti pernah berada pada masa ketika orang-orang sangat mempercayai kita. Menaruh harapan kepadamu yang sangat mereka percayai.Mungkin, bingkai personal saya yang hobi menulis, sudah melekat di mata para sahabat di sekeliling saya. Perlahan saya dikenal dengan sosok yang pandai dalam menulis serta aktif berorganisasi.
Pada malam yang mungkin ada sedikit bintang, sebuah pesan masuk.
“Reskiii, Ada yang baru nih?”
“Apo May?”
“Jadi, ada proyek bikin majalah. Mau ikut gak? Selama liburan ini..” Ajak Maya, sahabat menulis saya.
Saya tau niat baik seperti ini tak mungkin saya tolak. Kemudian, bergabunglah saya bersama tim yang hebat tersebut. Dari rapat ke rapat, kami membentuk SOP layaknya sebuah perusahaan penerbitan.
Siang hari dengan diskusi yang cukup alot, kami membentuk struktur tim yang hebat itu. Saya sendiri ditempatkan sebagai tim publikasi yang mengelola website dan instagram bersama Maya.
Semangat itu mengucur deras, launching pertama majalah kami disambut meriah oleh warga kampus. Sebagian besar mendukung untuk keberlanjutan proyek kami. Saya sendiri pun berdecak kagum atas majalah yang kami rembuk bersama.
Sayang, ruang karya tersebut tak lagi mengobarkan api. Kami kemudian larut pada aktivitas masing-masing. Paling tidak, satu karya pernah kami hasilkan. Terima kasih. Setidaknya, sebelum kita melangkah ke proyek yang lebih besar, kita pernah mencoba di proyek kecil-kecilan ini.
Abacod
Sebuah cerita tentang empat orang anak manusia yang pernah dipertemukan dalam naungan atap bangunan sekolah putih abu-abu. Penikmat sastra, aksara jingga, tapi tidak untuk kopi.
Abacod bukan sekadar ruang karya biasa. Dengan tagline-nya "Karena kata adalah memori" menyuguhkan wadah sebagai tempat berekspresi. Meluluhlantahkan segenap perasaan gundah, menyatukannya dengan narasi vokal. Musikalisasi Puisi, berpuisi ala milenial.
Karya pertama kami lahir pada Hari Puisi Nasional yang kemudian kami beri judul Puisi.
Sama, ruang karya ini kemudian padam :)
Blogsri

Pada bulan Februari lalu, seorang penggiat literasi mengajak saya untuk membangun sebuah komunitas literasi. Pada awal pembentukan kami terdiri dari tiga tubuh manusia. Berusaha konsisten menulis di blog pribadi kami masing-masing.
Perlahan sayap komunitas tersebut mengembang, satu persatu tubuh dari komunitas bertambah.
Diskusi yang cukup panjang antara pembentukan dengan penentuan nama komunitas. Berselang sekitar tiga bulan, akhirnya komunitas literasi tersebut kami namai dengan Blogsri (Blogger Unsri).
Blogsri akhirnya menjadi tempat terhangat yang saya punya saat ini. Sehangat keluarga sendiri.
Semoga semangat itu tak lekang oleh waktu. Semoga sayap ini selalu mengepakkan kebermanfaatan. Walau hanya sebuah cerita receh.
Proyek 5 cm
Proyek ini masih menjadi rahasia. Bukan rahasia lagi namanya jikalau saya menceritakannya kepada orang lain di luar proyek ini.
Tenang saja, proyek ini bukan proyek remang-remang. Satu hal yang pasti, proyek 5 cm merupakan satu dari ruang karya tempat saya berekspresi melalui ketikan jari. Doakan saja semoga berkah, Aamiin.
Kuskus Pintar
Wah sepertinya sudah tak asing lagi bukan? Kuskus Pintar bukan sembarang blog. Blog yang berusaha menyajikan cerita pengalaman penulisnya, kisah kasih (kalo ada), ketikan karya sastra, serta curhat receh.Proyek besar yang saya punya. Semoga saya tak lelah menulis di ruang karya ini. Selagi napas dikandung badan, selagi raga diberi nikmat kesehatan, seharusnya tak ada halangan bagi saya untuk terus menulis.
Tetaplah menulis, karyamu selalu dinantikan.
Tak ada karya yang tak ada pembaca. Kamu adalah penulis sekaligus pembaca setia. -Kuskus Pintar
Terima kasih telah membaca Ruang Karya: Proyek Kebermanfaatan yang saya punya.