Senandung Lebaran

Daftar isi [Tampil]
Senandung lebaran


Ada bagusnya aku tidak pulang kala lebaran tiba. Ada bagusnya aku terjebak di antara ribuan file yang bertumpuk, berkutat pada laptop sembari menyeruput kopi mocca kesukaanku.

Jelas, hari-hari mendekati lebaran adalah hari-hari yang memuakkan.

Kau bisa melihat keramaian di sudut pasar. Tawar menawar menjadi semakin sengit. Harga-harga melambung tinggi. Anehnya pengeluaran tak diiringi dengan pendapatan.

Salero banyak, bapitih ndak.

Wah. Gila, kataku. Orang-orang semakin tidak waras, rela menukarkan segalanya demi elit sosial serta omongan tetangga.

Ya, omongan tetangga mereka beli.

Hutang sana, hutang sini. "Baju lebarannya buk, sayang anak, sayang anak, murah aja nih buk," matamu jelalatan melihat diskon berderet di pinggiran etalase toko.

DISKON 50%

BELI 2, GRATIS 1

BELI 1, GRATIS 1

HANYA Rp299.999 Rp 99.999, lebih hemat 200 ribu, Uwowww

Tidak hanya berputar pada pasar, geliat tawar-menawar sekarang berkeliaran dimana-mana.

Dari Door to door, hingga timeline to timeline social media.

Diam-diam lebaran menjadi ajang pamer harta.

Iih kok nyinyir aing mah :3

Andai waktu bisa ditukarkan dengan uang, mungkin waktu menjadi komoditas unggulan pilihan orang-orang.

Aku rela menjual waktu satu tahunku untuk 1 miliar rupiah. Pastilah waktu kan laris terjual.

Lamat-lamat, pada malam perayaan lebaran ada banyak yang bersedih hati mengadu pada bulan.

Aku tak punya baju baru. Aku pengen kue bolu. Aku kangen kamu.  Aku rindu ibu. Ayah pergi ke rumah istri baru. Aku duduk tersedu-sedu. Membuka layar sinar biru. Menggulir ruang maya satu persatu. Oh, malang nasibku. Melihat kebahagian tersebar begitu syahdu.

Secangkir puisi jokpin, cukup menghibur pada malam-malam lebaran. Duduk di teras bersamaan remangnya lampu, diiringi dengan alunan canda tawa tetangga.

Bulan, aku mau lebaran. Aku ingin baju baru, tapi tak punya uang. Ibuku entah di mana sekarang, sedangkan ayahku hanya bisa kubayangkan.

Bolehkah, bulan, kupinjam bajumu barang semalam?

Bulan terharu: kok masih ada yang membutuhkan bajunya yang kuno di antara begitu banyak warna-warni baju buatan.

Bulan mencopot bajunya yang keperakan, mengenakannya pada gadis kecil yang sering menangis di persimpangan jalan.

Bulan rela telanj*ng di langit, atap paling rindang bagi yang tak berumah dan tak bisa pulang.

(2003)
Joko Pinurbo

Ada baiknya aku tidak pulang. Dan tenggelam pada jutaan kilobyte file-file.
Lebih baru Lebih lama