Daftar isi [Tampil]
"Li, minggu ini jadwal ke pasar aku kan yah?"
"Iya kik."
"Ouh okey, kita mau masak apa hari ini?"
Genap tiga tahun saya menjadi seorang anak kosan. Hidup di perantauan, pergi dari desa menuju kota.
Di rumah, saya tak perlu pusing mau memasak apa hari ini. Biarlah emak yang memikirkan itu. Ketika disuruh masak, saya akan memasak apa yang dititahkan oleh kanjeng emak. Lain hal jika di kosan, mau makan apa hari esok setidaknya harus dipikirkan hari ini.
"Kita mau masak apa hari ini?" Pertanyaan sederhana, namun kerap sulit untuk dijawab.
Padahal ada cara gampangnya, pergi ke luar bawa uang tukarkan dengan nasi bungkus. Beres. Tapi, maaf mari kita bercerita dari sudut pandang mahasiswa kantong pas-pasan. Mari kita bercerita bahwa anggap saja tak ada mamang penjual nasi goreng, tak ada bibik penjual sarapan pagi. Mari bercerita bahwa anggaplah kita masih berada pada zaman apa-apa serba diproduksi sendiri. Tulisan ini akan bercerita dari dimensi purba, kala zaman batu nenek moyang kita dahulu.
Satukan persepsi, bahwa tak ada cara lain untuk makan selain memasak sendiri.
Oke, sudah satu pemikiran? Baiklah saya akan melanjutkan lagi berceritanya hehehe
Jauh sebelum saya menjadi anak kosan, saya akan mengajak sobatkus untuk mendengarkan cerita saya dulu sewaktu masih imut-imut.
Anak perempuan identik sekali dengan permainan masak-masak. Saya rasa sobat akan sepakat akan hal ini.
"Kiki, mau mamam kue coklat? Enak lho, ayo buka mulutnya."
Kiki teman perempuan saya akan seolah-olah membuka mulut untuk memakan kue coklat yang dibuat dari tanah hitam, tak lupa di garnish dengan rerumputan di atasnya.
"Ammm, wuenak res."
Anehnya saya merasa senang ketika Kiki beradegan layaknya food vloger.
Kiki juga merupakan tetangga samping rumah saya. Ketika kiki ingin mengajak saya bermain, ia akan membuka jendela dapurnya kemudian memanggil saya.
Selain main masak-masak, kami juga kerap bermain rumah-rumahan. Permainan orang desa yang rasanya sulit dijumpai di kota. Saya dan Kiki selepas pulang sekolah, biasanya akan main rumah-rumahan di belakang rumah kami. Lebih tepatnya di belakang rumah Kiki karena kebun di belakang rumahnya lebih luas dari pada punya keluarga kami yang hanya hitungan petak.
Pertama, kami akan mengumpulkan perlengkapan untuk membangun rumah. Kayu panjang untuk membuat tiang-tiangnya, pelepah tua pohon pinang akan menjadi atapnya, daun-daun sawit akan menjadi dindingnya, dan karung bekas akan menjadi alasnya.
Kedua, kami mulai membangun rumah. Tali sana, tali sini. Bak tukang yang ahli, kami larut dalam pembuatan rumah. Atap rumah-rumahan kami buat miring, layaknya atap yang ketika hujan airnya akan jatuh dari tempat tinggi kemudian mengalir ke tempat yang lebih rendah.
Ketiga, saatnya mempercantik isi rumah. Rumah yang hanya muat dua orang, apalah yang bisa diisi. Paling tidak beberapa perabotan kecil ada di dalamnya. Seperti pisau, korek api, kaleng bekas, dua batu bata, kayu bakar, singgarit (karet getah kering) serta kipas dari sampul buku bekas.
Dua batu bata digunakan sebagai dinding penyangga kaleng saat mau memasak. Batu bata juga penting digunakan agar api yang dihidupkan tidak goyang-goyang ditiup angin. Kaleng bekas biasanya digunakan untuk merebus air atau merebus sayur ala-ala.
Oiya satu perabotan lagi yang akan membuat hati senang bukan kepalang yakni wadah ceper dari aluminium. Nah, wadah itu biasanya kami anggap sebagai kuali. Berbekal seuprit minyak dari rumah (rumah beneran), kami akan menggoreng makanan dengan menggunakan kuali mini tersebut.
Biasanya yang kami goreng tak jauh-jauh dari hasil tangkapan memancing di sungai atau mengutil sedikit sayuran di dapur.
Indah rasanya kala itu, kami larut dengan permainan yang sungguh jauh dari hiruk pikuk dunia.
Selain memasak di rumah-rumahan, saya jadi kangen masak-masak di dalam tenda saat Pramuka dulu. Pindang goreng ikan sale menjadi masakan terenak yang pernah saya rasakan saat Pramuka dulu. Mungkin karena di rumah saya biasanya masak pindang ikan dengan cara yang berbeda, maka saat menyoba masakan lain rasanya ada sensasi tersendiri.
Sedikit informasi, Pindang Ikan itu makanan khas di Sumatera Selatan. Biasanya yang paling terkenal adalah Pindang Patin. Cara membuatnya juga sangat mudah. Sobatkus hanya perlu Ikan sebagai bahan utamanya serta bumbu pelengkap seperti bawang merah dan bawang putih, cabai, lengkuas, Sereh (Serai), daun salam, serta asam kandis. Info lengkapnya silakan cek blog tetangga. Oiya sobat juga bisa mencari info lengkapnya di aplikasi memasak yang sudah banyak dibuat oleh para developer kece hehe
Semakin berkembangnya zaman memang segala hal dapat didigitalisasikan, termasuk resep masakan yang dulunya hanya bisa tercatat di buku-buku usang sekarang sudah ada di dalam satu genggaman.
Masih dalam satu persepsi, bahwa tak ada cara lain untuk makan selain memasak sendiri.
Dalam rangka menghemat uang jajan, membawa bekal ke kampus adalah hal yang patut untuk dilakukan. Istirahat antar mata kuliah juga sangatlah singkat hanya cukup untuk sholat dan makan siang. Percayalah dengan memasak sendiri makanan kita, itu dapat meminimalkan resiko tertular dari beberapa penyakit. Salah satunya Hepatitis yang dulu sempat booming di kampus saya.
Pernah ketika hendak pergi berlomba, saya menginap di kosan partner team untuk latihan presentasi. Sehari sebelum pergi berlayar, kami berombongan untuk masak-masak untuk makan malam bersama serta doa bersama. Sederhana saja tapi itu cukup untuk menambah hormon dopamin dalam diri kami masing-masing. Lagi-lagi rindu ini menyeruak di dalam dada. Kapan masak bareng lagi?
Saya juga kangen aktivitas memasak bareng teman sekamar kos. Kami berasal dari background yang berbeda, saya dari desa sedangkan ia dari kota. Jelas jauh selera masakan favorit kami. Perbedaan yang ada bukan menjadi halangan untuk kami makan bersama. Ada beberapa menu umum yang bisa menyatukan kita. Ah lagi-lagi rindu ini menyeruak begitu saja. Kapan masak bareng lagi? Konon kabarnya saya rindu jamur crispy buatanmu sobat.
Artikel ini diikut sertakan minggu tema komunitas Indonesian Content Creator.
Artikel ini diikut sertakan minggu tema komunitas Indonesian Content Creator.