Lupa: Sebuah Keniscayaan

Daftar isi [Tampil]
lupa

Merangkul senja. Begitulah kata yang bisa saya sematkan untuk emak yang mulai menua. Uban mulai bertumbuhan di sana-sini, ya walaupun masih didominasi warna hitam. Beruntung beranak ketek, jadi ketutupan usia 40-annya. Dan yah saya lupa usia mamak ketika menuliskan ini, maafkeun anakmu mak. Pokoknya tanda-tanda faktor U mulai tampak.

Pendengaran masih tajam, sayang penglihatan mulai berkurang. Sudah tidak bisa lagi memasukkan benang ke dalam jarum.

Salah satu tanda usia mulai menua adalah pelupa. Mulai lupa menaruh benda. Nenek saya pernah kesal bingung tujuh keliling gara-gara lupa. Kala itu, linggis, benda untuk menggali tanah agar lebih mudah hilang dari tempat biasanya. Adik saya yang kala itu saya ingat menjadi pengguna terakhir, saya cecar dengan pertanyaan. "Mane nga melepiknye? Tulah ndie lepik senatannye, nah ilangkan" Saya tanya dimana ia menaruhnya, terus saya cecar dengan kata "Lain kali taruh pada tempatnya, kalo ginikan hilang." Begitu kata saya.

Adik laki-laki saya tentu masih muda, baru lulus SD jalur covid-19. Saya yakin ingatannya masih tajam dibandingkan nenek. Kata adik saya ia sudah menaruh linggis pada tempatnya, di gudang dekat bla bla katanya. Nenek saya masih mengingat-ingat, apakah beliau yang menggunakannya atau mungkin ada yang meminjamnya. Berulang kali ke halaman depan dan halaman belakang, sesekali mencari di area arang sisa pembakaran. Ya barangkali ada.

Emak saya juga ikutan turun tangan, mencoba mencecar adik saya lagi. Kasian, adik saya menjadi sasaran empuk untuk disalahkan karena dia yang sering ngegali-gali tanah untuk menanam tumbuhan.

Entah dapat bisikan dari mana, nenek kembali mengingat posisi terakhir linggis yang ternyata berada di dekat pohon pisang belakang rumah. Aduh, kami semua tertawa. "Nah ini linggisnya." Pamer nenek ke kami.

Saya menimpali, "Faktor u nek haha." Sudah tua harap maklum.

Begitulah, mungkin sudah menjadi suatu keniscayaan semakin tua maka semakin pelupa. Bahkan kita yang muda juga sering lupa, termasuk saya. Lupa sudah menjadi tabiat manusia.

Hari ini, tepat lebaran pertama, kembali ada kejadian kehilangan (lupa) di rumah saya. Kali ini bukan nenek, tapi mamak saya. Benda yang dinilai urgent demi kelangsungan asap dapur, sering kita sebut uang. Tentu sobatKus kenal uang iyakan? 

Kalau di tempat saya penyebutan uang itu menggunakan kata sen. "Mane sen nga?" Artinya mana uang kamu?

Kerempongan di saat lebaran, lupa menaruh uang. Selepas ashar, sudah tampak raut gusar di wajah emak. Kata saya, "Istighfar dulu coba, belom sholatkan mak? Sholatlah dulu." Sambil ketawa cekikikan.

Bapak yang melihat emak yang bercarian hanya bisa nyeletuk, "Itulah naruh uang jangan sembarangan," terus disambung bapak dengan 'agak' menyombongkan kalo ia selalu menaruh uang di tempat yang sama. Jelas beda dengan emak yang dimanapun bisa menjadi tempat penyimpanan.

Mungkin dengan kejadian ini, bisa membuat mamak jera menaruh uang sembarangan begitu kata bapak. Tidak banyak uang tersebut, jika dibawa ke pasar sekali lewat langsung habis. Ya jika dihitung masih cukup untuk membeli sayur untuk tiga hari atau menukar gas elpiji tiga kali atau membeli roti khong guan tiga kaleng. 

Uang memang bisa dicari, hanya saja mungkin karena masa pandemi ini agak sulit bagi perekonomian petani karet menjadikan mamak cukup bersedih hati jika memang hilang. "Dak kade sen itu ilang, paling nga salah melepiknye mak" ujar saya yang menenangkan dengan berucap bahwa mungkin salah taruh.

Jika memang rejeki tidak bakal kemana-mana, tho kalo hilang ya paling hilang di rumah.

Selepas isya, mamak membereskan rumah. Menata ulang beberapa perabotan yang tadi sore sempat dibongkar. Saya yang baru selesai sholat bermain-main kecil dengan adik ketek saya. Mamak pergi ke dapur, sepertinya minum.

Kemudian kembali keluar dengan wajah cerah, "Aku ingat dimana naruh uangnya!" Senyum itu mengembang. Saya kebingungan, sambil berucap dalam hati 'tuhkan salah taruh pasti'.

Alhasil, ketemu di saku celana di tumpukan pakaian yang baru selesai dilipat. Alhamdulillah masih rejeki ternyata. Harap maklum bapak gajiannya tiga hari sekali, petani karet kalo enggak kerja ya enggak dapet duit dan itu artinya enggak makan😂

Bapak yang baru pulang dari masjid, dapat celetukan dari adik saya bahwa uangnya udah ketemu.

"Nehkan salah melepiknye nia. Mbalang bae abis ikak lali same laki. Ikak laki nga bukan? Ao kidak nia" Ejek bapak saya.

Katanya, udah pasti salah taruh itu. Kemudian, menimpali jangan sampai lupa sama suami. Masa pas ditanya, "Ini suamimu bukan?" malah dijawah, "Iya mungkin." Begitulah arti dari kalimat ejekan bapak saya.

Beginilah drama keluarga saya di hari lebaran, receh sekali wkwk
Lebih baru Lebih lama