Daftar isi [Tampil]
Saya mengetahui kabar adanya challenge 31 Hari Menulis melalui hasil share tangkapan layar oleh seorang blogger di Grup WhatsApp. Screenshoot akun twitter dengan foto profil Wiro Sableng beserta penjelasan form pendaftaran di bawahnya. Biasanya orang-orang memanggil si admin dengan panggilan Bang Wiro. Bang Wiro, entah siapa yang ada di balik layar @31harimenulis ini.
Wiro Sableng dengan kapak 212. Seketika mengingatkan saya dengan buku-buku lama bapak di gerobok kayu tua. Buku yang saya taksir hidup semasa bapak sekolah dulu, tahun 90-an. Sekarang bukunya entah dimana, mungkin dimakan tikus atau dibakar mamak wkwk
Baiklah bukan itu yang ingin dibahas pada tulisan terakhir #31harimenulis ini. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Bang Wiro. Terima kasih sudah membuat tantangan menulis selama 31 hari di Bulan Mei. Jujur saja, saya ragu untuk mengikuti tantangan tersebut ya semacam sudah ada feeling akan berhenti di tengah jalan. Dua hari sebelum penutupan pendaftaran, saya masih iseng untuk mengepoi akun Bang Wiro (a.k.a @31harimenulis), tentu saya masih belum mendaftar. Hari terakhir masih saya scroll isi tweet Bang Wir, timbang sana timbang sini akhirnya saya ikut mendaftar.
Bang, makasih banyak yo bang. Duh kayak ngomong sama abang tukang bakso mari-mari sini aku mau beli. Kok jadi nyanyi?
Setengah bulan lebih tantangan #31harimenulis ini bertepatan dengan Bulan Ramadan. Tentu saja banyak hambatan yang dilewati. Saya berusaha untuk mengelola waktu sebaik mungkin agar setiap harinya ada tulisan yang bisa saya publish ke blog tercinta ini. Bukan mudah untuk melawan rasa malas. Mungkin jika teman-teman membaca sedikit cuplikan profil penulis di bagian bawah artikel ini akan ada kalimat yang berbunyi, "Penulis amatir yang tak luput dari rasa malas." Ya! Tantangan terberat untuk menulis adalah rasa malas. Malas atau kurang rajin ? Kata teman saya itu dua hal yang berbeda, lebih baik menyebutnya kurang rajin ketimbang malas. Intinya begitu.
Selain malas, tantangan lainnya di saat saya ingin menulis adalah writer's block. Buntu ide. Saya tak tahu mau menulis apa, padahal sebenarnya sebelum memulai challenge ini saya sudah membuatkan list-list topik yang akan saya tulis. Walaupun begitu di saat writer's block pasti akan diikuti dengan mood menulis yang sedang kurang bernafsu.
Pada hari keenam yang belum genap seminggu, saya sempat diterpa badai kebuntuan dan kemageran. Akhirnya saya memutuskan untuk Blogwalking (BW) ke tetangga saja, barang kali akan menemukan sejumput ide. Alih-alih memperoleh ide dari blog tetangga, saya malah menemukan ide yang hendak ditulis pada saat perjalanan BW. "Hemm, kayaknya proses saya mencari ide melalui BW ini bisa saya tulis untuk topik hari ini." Gumam saya.
Dan tadaa, ini tulisannya Tak ada ide, Blogwalking Jawabannya!
Selain itu, saya juga memperoleh hambatan lain saat hendak memulai untuk menulis #31harimenulis. Hari pertama, saya isi dengan cerita tentang sakit gigi yang mana saat itu saya sedang sakit gigi hingga 3 atau 4 hari lamanya. Bayangkan saja saat hendak menulis tiba-tiba ngilu, tiba-tiba nyut-nyut, ah risih sekali rasanya. Sakit Gigi: Sebuah Refleksi yang Terlambat ini kalo mau baca. Saya juga sih yang salah, maklum berbuka puasa dengan yang manis-manis, lupa padahal saya udah manis hehe
Kemudian, ada yang lebih bikin saya sesak napas dalam perjalanan menulis ini. Kebanjiran ide. Ini tentunya kebalikan dari buntu ide. Kebanjiran ide ini sering sekali terjadi. Saat Bangun tidur, cuci muka serr ide muncul. Beres-beres rumah, saat nyapu melihat ke arah lantai berasa ada tulisan. Jikalau bisa dipungut pasti kurang ember-ember di rumah saya untuk menampung ide-ide tersebut.
Belum lagi ketika cuci piring dengan sensasi slow santai sembari merangkai kata di kepala. Saya kebanjiran ide. Salah satu tulisan yang merupakan buah dari kebanjiran ide ini mungkin bisa sobat baca disini. Iya klik aja. Tulisan tersebut muncul saat saya sedang berbuka dengan semangkuk kolak ubi. Saat berbuka pun sungai-sungai di kepala saya tetap mengalir ide dengan deras. Semangkuk kolak yang sedikit saya kemas dengan alur cerita fiksi sebenarnya berangkat dari kejadian nyata yang saya rasakan. Iya iyalah, hobi banget si rumah saya bikin kolak.
Saat-saat kebanjiran ide saya pernah merasakan ide-ide di kepala saya tumpah begitu saja. Atau seperti menuangkan air ke dalam baskom yang bocor. Merembes begitu saja. Tak jarang saya kesusahan sendiri dalam menampung ide-ide yang hendak ditulis. Balik lagi tentang mood menulis. Ide yang banyak akan menjadi percuma ketika mood berada dalam mode flying down. Ketika siang saya kebanjiran ide, tiba-tiba di malam hari mood saya pecah hanya karena seorang teman yang bercerita "Sepertinya aku bakal mengajukan surat pengunduran diri." Lahirlah sajak Aku Bukan Pohon untuk teman saya tersebut. Beberapa untaian kata puitis berupa puisi, sajak, dan syair yang akan menutupinya kala saya sedang berada di kondisi yang tidak kondusif untuk menulis. Ya, tak bisa dielakkan lagi saya agak susah mengembalikan suasana tentram untuk menulis ketika lingkungan di sekitar saya kurang mendukung.
Terlepas dari banyaknya hambatan saya untuk menulis. Saya merasa sangat bersyukur dapat menuntaskan tantangan 31 hari menulis ini. Setelah berhasil menuntaskan tantangan ini, setidaknya harus ada habit baru yang muncul. Ketika dulu menulis satu postingan untuk satu minggu, kedepannya semoga bisa lebih ditingkatkan menjadi 2 atau 3 kali seminggu. Doakan saja ya.
Sekali lagi terima kasih ya Bang Wiro untuk #31harimenulis-nya. Oiya, tak lengkap rasanya ketika saya tidak mengucapkan terima kasih kepada pembaca setia SobatKus. Terima kasih ya. Terima kasih juga untuk kamu yang menjadi pembaca rahasia yang tak pernah meninggalkan jejak di kolom komentar, dih sok banget sih berasa punya fans :')
Sampai jumpa pada tantangan menulis berikutnya~
Gambar oleh Unplash.