Daftar isi [Tampil]
![]() |
Bulan Ramadhan |
Buka Bersama Keluarga di Hari Pertama
Kita harus bersyukur atas nikmat yang satu ini yakni berkumpul dengan keluarga. Sudah lama, sejak saya kuliah jauh dari rumah tidak pernah merasakan berbuka di hari pertama bersama keluarga. Tahun pertama saya kuliah, pertama kalinya saya tidak berbuka di rumah. Begitupun sahur, tidak dengan keluarga. Tahun kedua, begitu pula. Hingga tahun ketiga, akhirnya saya kembali merasakan nikmatnya berbuka di hari pertama.
Sederhana saja, namun hal itulah yang membuat saya bahagia dan mungkin kamu juga. Sebenarnya, jauh sebelum datangnya si kecil covid-19 saya sudah punya rencana untuk pulang h-3 lebaran. Rencana tersebut muncul karena saya berniat ingin memperbaiki nilai dengan mengikuti Semester Pendek. Namun, bubur sudah basi niat tersebut gugur begitu saja ketika si kecil hadir. Hikmahnya? Yup, kita dapat lebih memaknai arti pentingnya berkumpul dengan keluarga tercinta.
Berpuasa di Tengah Pandemi Corona
Sudah saya singgung sedikit di paragraf sebelumnya, bahwa Ramadhan kali ini akan berbeda karena hadirnya si kecil Covid-19. Dia menghebohkan dunia, mengguncang manusia, dan menampar hati nurani. Hadirnya Covid-19 atau kita kenal dengan sebutan Corona, kembali dapat mengintrospeksi diri dan mengingatkan kita tentang betapa singkatnya hidup di dunia ini. Perhari ini, 27 April 2020, di Indonesia sudah ada 743 orang yang meninggal dunia, sedangkan yang positif sudah mencapai 8.882 orang (hampir 9 rebu).
Semoga dengan hadirnya Corona di tengan bulan suci Ramadhan ini dapat membuat kita semakin dekat dengan Sang Maha Pencipta, Allah Subhanallahu wa ta'ala. Semangat terus ya puasanya hehe. Oiya di bulan Ramadhan ada empat perkara yang dapat dilipatgandakan pahalanya, yakni berpuasa, membaca Al-Quran, shalat malam, dan bersedekah.
Setiap amal anak adam dilipatgandakan pahalanya. Tiap satu kebaikan, dilipatkan 10 kali lipat hingga 700 kali lipat.” (HR. Bukhari Muslim)
Teman-teman boleh banget bersedekah melalui beberapa organisasi sosial berikut ini yang sudah saya tulis pada artikel ini nih....KLIK DISINI. Donasi yang telah dikumpulkan akan disalurkan kepada keluarga yang terdampak Covid-19. Yuk segera berikan sedekah terbaikmu.
Tidak Ada Taraweh berjamaah di Masjid
Eh by the way yang benar itu Tarawih atau Taraweh sih ? Lagi males buka KBBI untuk nyari kata bakunya yang benar. Mau nulis taraweh aja deh.
Semenjak Corona hadir, tempat beribadah mulai sepi. Bukan apa-apa, hanya saja ini merupakan cara untuk membatasi ruang gerak si dia agar tidak menular dari orang ke orang. Sesuai dengan imbauan pemerintah, semua aktivitas 'dirumahkan saja' baik bersekolah, bekerja, dan beribadah kecuali jika ada kepentingan yang mendesak.
Jauh sebelum taraweh, beberapa daerah sudah lebih dahulu meniadakan Shalat Fardhu di masjid termasuk kajian dan pengajian. Apalagi teruntuk zona merah, sudah diberi label "Maaf untuk sementara masjid ditutup bla bla bla..."
Jangankan taraweh berjamaah, sekadar kumpul-kumpul saja tidak boleh. Bahkan untuk menggelar acara pernikahan pun tidak diperbolehkan lagi. Intinya tak ada kumpul-kumpul lagi. Walaupun kita sedang menikmati bulan Ramadhan di rumah saja, bukan berarti kita melewatkan apa yang sudah menjadi kewajiban kita. Ibadah yes, puasa yes...
Tidak Ada Ritual Potong Ayam :)
Salah satu hal yang saya sukai ketika menyambut bulan Ramadhan di rumah adalah adanya ritual potong ayam ini. Eit bukan ritual sejenis tradisi yah. Ini maksudnya lebih ke rutinitas menyambut Ramadhan. Ritual kan identik dengan sebuah perayaan terhadap tradisi tertentu. Nah kalau yang ini beda.
Di rumah saya, setiap kali menyambut Ramdhan, mengakhiri Ramadhan, lebaran haji, libur panjang saat saya pulang, atau ketika ada keluarga jauh yang ke rumah, kami senantiasa menyembeli ayam kampung yang kami punya. Tidak ada acar-acara khusus layaknya ritual pada umumnya. Hanya disembelih, dibersihkan, dimasak, lalu dimakan. Tetapi, Ramadhan kali ini berbeda, tidak ada ritual potong ayam. Hal ini dikarenakan beberapa waktu yang lalu, ayam-ayam di rumah saya mati secara massal. Sekarang hanya bersisa dua ekor ayam betina beserta anak-anaknya. Sedih ya :(
Tidak mengapa, bukankah semua nikmat itu berasal dari Allah? Percayalah, ada nikmat-nikmat lainnya yang masih tersimpan rapat di dalam kotak rahasia Sang Ilahi. Siapa tau, ayam-ayam saya beranak pinak secara massal. Dari induk ayam yang punya 12 anak ayam betina, lalu 12 anak ayam betina tumbuh dewasa melahirkan 12 anak ayam lagi...nah kan jadi banyak lagi ayam saya wkwk.
Tidak Ada Penjual Es Parut
Dulu sewaktu saya masih mengenakan seragam Merah-Putih, sedang sangat-sangat antusias sekali berpuasa apalagi menunggu waktu berbuka. Banyak pengennya, banyak maunya. Apapun yang lewat serba mau dibeli. Salah satunya Es Parut ini.
Es Parut, ya es-nya di parut gitu haha. Saya agak susah menjelaskannya yang pasti esnya warna pink, batu esnya diparut, dan ada manis-manisnya gitu. Sewaktu dulu, masih banyak pedagang cilik yang berjualan es ini. "Esss Paaa Ruuut, Esss Paaa Ruuutt" begitu bunyinya agak diayun-ayun nyebutya ala anak kecil. Saya rindu suara penjual es itu. Semakin kesini, semakin jarang yang menjual es parut. Hingga tahun ini, saya sama sekali tidak mendengar pedagang cilik yang berjualan.
Saya tidak tahu apakah karena corona, atau kalah saing dengan produk marj*n yang bisa dibikin sendiri di rumah. Hem nampaknya memang kelesuan si suplier karena mungkin untungnya sedikit, mengingat harga es parut ini dulu seribu rupiah per satu gelas kuping sebelahnya (Nah lho bingungkan wkwk). Kemudian, naik menjadi dua ribu rupiah per gelasnya.
Pict by: Pixabay